The Prettiest

Tok Tok Tok!

“Permisi Pak,” sapa Arinda pelan sebelum ia melanggengkan langkah kakiknya menuju presensi laki-laki yang kini tengah sibuk dengan segudang tugasnya di atas meja.

“Masuk Arinda.”

“Y–ya, Pak.”

“Duduk dulu, saya nyelesain koreksi hasil revisan mahasiswa yang lain dulu,” sahut Taqy yang sama sekali tak memalingkan sorotan maniknya dari lembaran kertaa tersebut. Laki-laki itu nampak begitu fokus sampai-sampai ia tak menyadari binar hangat yang kini kian timbul di wajah perempuan tersebut.

“Pak maaf, tapi ini saya ada hadiah kecil buat anak sambung Bapak,” potong Arinda seraya meletakkan bungkusan mainan yang sebelumnya sempat ia beli sebelum pergi ke kampus.

“Huh? Buat anak saya? Albara?”

“Y–ya Pak.”

No no, take it back. Kasih ke keponakan kamu saja,” tolak Taqy pelan seraya ia menanggalkan kacamata yang sedari tadi bertengger di ujung hidungnya. Maniknya pun kini kembali sumringah tatkala sang putra sulung kembali dengan wajah riangnya.

“Papu! Liat! Mas Bala dibeliin es klim sama Om ini!” ucap Albara seraya memamerkan satu bungkus kudapan manis yang baru saja ia dapat dari kantin kampus tersebut.

“Jangan kasih tau Mamu ya kalau Mas Bala mam es klim, nanti dimalahin.”

“Ya. Udah say thanks belum ke Om Dionnya?”

“Udah, Papu. Tapi Mas Bala mau bilang lagi deh. Makasih Om Dion udah temenin Mas Bala beli es klim,” ucap Albara seraya menundukkan separuh badannya.

Anytime, Mas Bara!”

Good boy! Berapa Yon harga es krimnya?” tanya Taqy Sena seraya membuka dompet hitam miliknya.

“O–oh, gak usah Pak. Gakpapa, gratis buat Mas Bara.”

No, saya harus tetap bayar.”

“Pak, beneran gak usah.”

“Kalau gitu saya gak akan kasih hasil revisiannya.”

Duh, jangan dong Pak. Goceng aja Pak, saya pas-in,” sahut laki-laki yang akrab disapa Dion tersebut.

Okay. Ini uang es krimnya, sama ini berkas kamu. Diperiksa lagi.”

“Ya, Pak.”

“Papu, ini mainan buat Mas Bala ya?” sahut anak laki-laki tersebut seraya menatap sebuah kantong berisi mainan yang terletak di sebelahnya.

No, buka–“

“Iya, itu mainan dari Tante buat Mas Bara. Mas Bara mau kan?” potong Arinda sebelum laki-laki di hadapannya menyelesaikan ucapannya.

“Arinda,” tegur Taqy pelan.

“Gakpapa, Pak. Ayo ambil, Mas Bara maukan?”

“Mau! Makasih Tante cantik.”

“Sama-sama Mas Bara. Do you like it?” tanya Arinda seraya mengelus pelan surai hitam milik anak laki-laki tersebut.

Yes, I do like it! I’ll tell Mamu about this cute toy.

Who’s Mamu?” tanya Arinda seraya menatap manik bulat milik anak laki-laki tersebut.

She’s my Mom. Mamu namanya Laline Shandya, she’s plitty, ya Papu?” sahut Albara yang nampak tak segan memuji sang ibu di hadapan orang lain.

Ya, Mamu is the prettiest,” sahut Taqy yang kini sudah kembali sibuk dengan pekerjaannya.

“Tadi Mas Bara bilang Tante cantik. Terus kalau Tante tanya cantikan Tante atau Mamu, jadinya cantikan siapa?”

“Cantikan Mamu,” sahut Albara seraya menjilati kudapan manis yang kian mencair di dalam genggamannya.

Huum, jadi Tante gak cantik ya?”

“Cantik, kata Mamu semua cewek cantik. Mamu cantik, Tante Bening cantik, Nyai cantik, Eyangti cantik. Tante ini juga cantik.”

“Tapi Mas Bara bilangnya tadi lebih cantikan Mamu?” sahut Arinda yang masih betah mengolah konversasi dengan anak laki-laki tersebut.

“Ya kan Mamu ibunya Mas Bala. Jadi Mas Bala pilih Mamu. Mas Bala kan juga gak bilang Tante ini jelek? Mas Bala pilih Mamu kalena Mamu ibunya Mas Bala.”

Duh Rin, kenapa sih lo? Kayak sensian banget sama jawaban Mas Bara. Udahlah, emang cantikan istrinya Pak Taqy kemana-mana juga,” jawab Dion yang masih berada di ruangan tersebut.

E–eh, g–gak gitu maksudnya. Gue cuam ngisengin Mas Bara aja tadi, hehe…” sahut Arinda sedikit gugup.

“Ayo, Arinda. Dion sudah selesai, giliran kamu.”

“B–baik, Pak.” [] 



Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started