“Ini air esnya, mau Ibu atau Fariz aja yang kompresin?” ucap Laras seraya menata wadah berisi air dingin tersebut untuk mengompres sang anak.
“Mau sama Ayah Bun?” tanya Fariz kepada sang istri. Zathira pun menganggukkan kepalanya pelan sembari menahan ringisan sebab tengah menahan nyeri yang tak tertahankan pada area payudaranya.
“Yaudah, ini nanti di kompres pelan-pelan aja Nak. Sama nanti bisa dibantu dipompa sedikit ASInya. Ada kan pompa ASInya?”
“Iya ada Bu,” jawab Fariz lugas.
“Nah, sama tadi ada kan paracetamol dari dokter di minum,” ucap Laras seraya menyiapkan satu gelas air putih serta obat yang harus di minum oleh sang anak.
“Iya Bu, makasih. Ibu kalau mau lanjut tidur, tidur lagi aja. Biar Fariz yang ngurus Zathira di sini,”
“Ibu tinggal dulu tahajjud dulu sebentar ya. Nanti Ibu balik ke sini lagi,” ucap Laras berpamitan kepada sang anak dan menantunya tersebut.
“Oh iya Bu,”
Kemudian selepas kepergian sang mertua, Fariz pun dengan cekatan membantu sang istri mengompreskan kain yang sudah dibasuh dengan air dingin pada kedua payudara perempuan tersebut. Sesekali Fariz mendengarkan desisan tertahan dari lisan sang puan. Begitu menyakitkan baginya tatkala ia harus melihat wanitanya menahan sakit fisik dan batin sementara ia merasa sama sekali tak dapat banyak membantu wanitanya.
“Kalau rasa sakitnya bisa dibagi, mungkin sekarang aku udah ambil semua rasa sakit yang lagi kamu rasain sekarang, Bun. Sakit hatinya, pikirannya, sakit emosinya, sakit sebadan-badannya biar dikasih ke aku aja, gakpapa. Asal jangan kamu yang sakit sendirian di sini,” ucap lelaki tersebut tulus.
“Aku juga ngerasa kehilangan, hati aku sakitnya bukan main. Bahkan sampai saat ini aku mau nangis pun tetap aku tahan, karena yang lebih berhak buat ngeluapin ini semua cuma kamu. Aku gak boleh lebih sedih dari kamu,” imbuh Fariz seraya menekan pelan kain dingin tersebut.
“Dari hari pertama aku perhatiin Bunda belum nangis sama sekali. Bahkan Bunda sekarang jadi jarang ngomong baik sama aku maupun sama yang lain. Rasanya di sini aku bukan cuma kehilangan Mas Faatih, tapi di sini aku juga ngerasa kehilangan kamu Bun,”
“Tapi gakpapa, aku berusaha semampu aku buat ngertiin Bunda. Selagi Bunda gak nolak tiap kali aku genggam tangannya aku bakal baik-baik aja. Itu artinya Bunda masih ada di sini kan sama aku?” tanya Fariz sembari menatap wajah pucat sangat istri.
Cup!
“Makasih karena udah jadi perantara buat aku ketemu sama jagoan kecil aku. Aku yakin Mas Faatih pasti bangga banget punya Bunda yang super hebat kayak kamu,” ucap Fariz tulus kepada sang istri.
“Hmm, udah sekarang saatnya minum obat dulu biar rasa nyerinya berkurang ya,” ucap Fariz yang dijawab dengan anggukan oleh sang istri.
Waktu dini hari tersebut Fariz lewati sembari matanya tetap terjaga untuk memantau keadaan sang istri. Dengan sentuhan pelan jemarinya, sang istri pun kini secara perlahan mulai tertidur dengan tentram. Pun lantunan ayat suci yang ia bacakan mampu membantu puannya untuk terlelap dengan tenang malam ini.
Cup!
“Sleep tight, Bun….” ucap Fariz seraya mengecup kening hangat tersebut secara perlahan agar sang wanita tak terbangun dari tidurnya.
Leave a comment