“Iz sabar Iz,” ucap Gading diikuti oleh kedua temannya yang lain guna mencegah aksi anarkis yang akan dilakukan oleh lelaki tersebut.
“Lepas,” ucap Fariz dengan suara dinginnya. Ia semakin mempercepat langkahnya menuju presensi seorang gadis yang kini tengah disibukkan dengan aktivitas pekerjaannya yang berada di luar ruangan tersebut.
“Ikut gue,” ucap Fariz sembari menarik paksa tangan seorang gadis yang sedari tadi sudah ia incar.
“M-mas? K-kenapa?” tanya gadis tersebut dengan nada suaranya yang terdengar ketakutan.
“Ikut aja,”
“Iz, ngomong baik-baik. Gak boleh gitu,” ucap Gading mengingatkan.
“M-mas s-sakit lepasin,” berontak perempuan tersebut sebab genggaman lelaki di depannya terlalu kuat.
“Iz,”
“Udah biarin aja Ding, liatin aja kalau udah kelewatan baru pisahin,” ucap Jodi santai.
Tak lama, ke lima orang tersebut pun sampai di bagian belakang gedung yang nampak sepi tersebut. Ketiga lelaki yang lain nampak berjaga dari jarak yang cukup dekat guna berjaga kalau saja Fariz teman mereka melakukan tindakan yang tak diinginkan.
“Maksud lo nyumpahin istri sama anak gue mati apaan hah?” tanya Fariz dengan suara beratnya.
“I-itu bukan a-aku Mas,” jawab Dinda berkilah.
Brak!
“Gak usah bohong Din! Lo pikir gue setolol buat dibohongi hah?” tanya Fariz sembari ia menendang kasar sebuah kursi usang yang berada tak jauh dari posisi ia berdiri.
Brak!
“Jawab brengsek!” maki lelaki tersebut yang kini sudah tidak dapat lagi menahan pergolakan emosinya.
“H-hiks m-maafin aku Mas,” jawab Dinda dengan luruhan air mata yang mengalir di pipi.
“Gue gak nyuruh lo nangis! Gue cuma pengen denger alasan lo kenapa sampe berani ngomong begitu ke istri gue!”
Tak menjawab, puan tersebut kini sedang dirundung ketakutan sebab baru kali ini ia melihat sisi menyeramkan dari seorang laki-laki yang selat ia kagumi akan sikapnya yang begitu ramah. Tak pernah Dinda sangka jika pada moment ini ia akan melihat sisi lain dari lelaki tersebut terlebih lagi ia menjadi alasan utama mengapa lelaki tersebut sampai berani bertindak sejauh ini.
“Mulut lo bisu ya? Gak bisa ngomong hah?” tanya Fariz sekali lagi sembari ia menarik ujung rompi vest berwarna hijau milik puan tersebut.
“Iz, stop,” lerai Jodi yang mulai merasakan aura tak baik dari sang teman.
“Lepas!”
“Kontrol emosi lo brengsek,” ucap Jodi kepada sang teman.
“M-maafin a-aku Mas,” lagi lagi hanya kata-kata tersebut yang keluar dari mulut perempuan tersebut.
“Lo ngerti gak gue ngomong apaan hah?” tanya Fariz seraya ia mencengkram kuat ujung rompi hijau tersebut sebab sudah kepalang kesal.
“Dan, Ding bawa Aiz. Biar gue yang ngomong sama si Dinda,” ucap Jodi kepada kedua temannya.
“Gak, lo sama Dandi aja yang bawa Aiz. Dinda biar gue yang urus,” ucap Gading yang paham sebab yang ia tahu Jodi pun memiliki tingkat emosi yang tak kalah buruk.
“Lepasin bajingan! Gue belum selesai!” maki Fariz sembari ia memberontakkan tubuhnya.
“Di depan ada Pak Rusli, lo mau kena SP hah?” ucap Jodi sembari membawa rekannya tersebut keluar.
“Brengsek!” sahut Fariz emosi seraya ia melepaskan pegangan tangannya.
“Din, kita ngobrol di situ aja,” ucap Gading pelan kepada puan tersebut.
“Y-ya,”
Leave a comment