Sad scene

“Bun? Lama banget di toilet? Kenapa? Sakit ya?” panggil Fariz seraya ia menggedor pintu kamar kecil tersebut.

“O-oh… E-enggak Yah, b-bentar,” sahut Zathira cepat sembari ia mengusap sisa lelehan air matanya. Ya, puan tersebut baru saja meluapkan rasa sakit hatinya di kamar kecil tersebut agar sang suami tak melihatnya. Tentu, bukan tanpa alasan ia menangis kali ini. Alasan terbesarnya kali ini adalah sebab usai ia dan sang suami menyantap makan siang mereka, Zathira tak sengaja mendengar beberapa percakapan tak mengenakkan dari rekan kantor sang suami tentang dirinya.

Katanya si cewek mandul.’
‘Kasian ih si Aiz.’
‘Suami mana sih yang gak pengen punya anak?’

Kurang lebih perkataan seperti itulah yang dapat Zathira dengar dengan jelas dari mulut pedas beberapa wanita yang dengan sengaja duduk berkumpul hanya untuk menggunjing dirinya. Tak terkecuali ia pun melihat Dinda yang juga ikut berkumpul di tengah perkumpulan para wanita penyebar gosip murahan tersebut. Jujur saja, hatinya benar-benar terasa sakit, bahkan Zathira pada saat itu benar-benar ingin merobek satu persatu mulut wanita yang ada di situ, namun malaikat baik masih menuntunnya untuk bersabar dan menahan diri sehingga di sinilah ia berakhir. Di sebuah kamar kecil mengeluarkan segala rasa perih yang begitu melukai hati kecilnya.

“Bun?” panggil Fariz sekali lagi.

“I-iya Ayah seb- huekkkk….” ucapan sang puan terhenti sebab rasa mual yang sedari tadi ia tahan kini kembali lagi.

“Bun? Are you okay? Bisa dibuka dulu kunci pintunya?”

“S-sebentar,” sahut Zathira yang sudah terlebih dahulu memuntahkan kembali isi di dalam perutnya.

“Bun? Buka dulu pintunya,” panggil Fariz dengan suara lantangnya.

“Shhhhh,” sahut sang puan seraya ia berjalan tertatih untuk membuka pintu toilet tersebut.

“Kenapa? Gak enak badannya, hm?” tanya Fariz seusai ia berhasil masuk ke dalam ruangan tersebut.

“G-gak tau,” sahut Zathira dengan suara lemahnya.

“Kita ke dokter aja ya?”

“G-gak mau,”

“Bun?”

“N-nanti disuntik, takut,” ucap Zathira seraya baralih pada pelukan sang suami.

“Bun, jangan takut. Kan ada aku, kita ke dokter ya? Biar diperiksa, takutnya kamu kenapa-napa lagi, ya Bun?”

“Hmm, y-yaudah iya. Tapi Ayah bilang ya nanti ke dokternya, jangan suntik Bunda, kasih obat aja, pasti nanti Bunda minum, ya Yah?”

Cup!
“Iya sayang, nanti Ayah bilang ya ke dokternya. Sekarang siap-siap ayo,” ucap Fariz seusai ia memberi kecupan ringan di pucuk kepala sang wanita.

“Y-ya,” jawab sang puan singkat sebelum keduanya pergi meninggalkan ruangan tersebut.



Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started