The Nightmare

“Dasar pelacur! Kamu dan anak-anak kamu pantes mati!” ucap salah seorang wanita paruh bayah yang kini tengah menodongkan pisau ke arah seorang perempuan muda beserta kedua anak kecil di hadapannya.

Sementara itu, dua gadis kecil kembar tersebut hanya bisa menangis riuh usai melihat ancaman mengerikan yang berada di hadapan mereka.

“Bu, t-tolong jangan sakiti anak saya. Silahkan lakukan apapun yang Mbak mau ke saya, t-tapi tolong b-biarkan anak saya pergi,” ucap perempuan muda tersebut sembari duduk bersimpuh memohon ampun di bawah kaki wanita paruh bayah tersebut.

“Kenapa? Kamu takut kalau saya sampe nyakitin anak-anak dari hasil hubungan gelap kamu sama suami saya? Iya?” tanya perempuan tersebut sembari mengikis jarak di antara keduanya sambil mengalihkan pisau tajam digenggamannya kepada salah seorang gadis kecil di hadapannya.

“H-hiks, tolong j-jangan sakiti anak s-saya…”

Tok Tok Tok!
“Ma, tolong buka pintunya! Ini Galih, biar kita selesaikan ini baik-baik ya Ma,” ucap salah seorang laki-laki dari arah luar ruangan. Sementara itu, perempuan paruh baya tersebut sama sekali tak mengindahkan ucapan dari arah luar ruangan tersebut. Niat kejinya semakin menjadi, ia kini sudah bersiap untuk menodongkan pisau tersebut ke arah seorang gadis kecil yang tengah menangis terisak ketakutan.

Di sisi lain, sang ibu dari gadis kecil tersebut berusaha untuk menghentikan aksi keji yang akan dilakukan oleh perempuan paruh baya di hadapannya. Namun, apalah daya posisinya kalah telak sebab terlebih dahulu perempuan paruh baya tersebut sudah menyayat pergelangan tangannya dengan pisau yang kini tengah ia genggam. Selanjutnya, tak lagi berfikir panjang dan membuang banyak waktu perempuan paruh baya tersebut lantas menghujamkan tusukan di area dada kiri gadis kecil tersebut tanpa sedikitpun memikirkan rasa belas kasih.

“S-sheila…” ucap perempuan tersebut histeris tatkala sang anak kini sudah tak sadarkan diri bersamaan dengan lumuran darah segar yang mengalir ke sekujur tubuhnya.

Di waktu yang bersamaan, dua orang laki-laki dewasa dan satu anak laki-laki yang berumur sekitar satu tahun kini memasuki ruangan tersebut setelah berhasil mendobrak paksa pintu ruangan yang sedang terkunci tersebut.

“Mama! Udah, lepasin!” ucap lelaki tersebut sembari menarik paksa pisau yang kini berada digenggaman tangan sang ibu.

“T-tolong anak saya,” ucap perempuan muda tersebut histeris sembari memeluk erat tubuh gadis kecil yang sudah tak sadarkan diri tersebut.

“Biar saja anaknya mati! Gak usah ditolong! Kamu berani mengambil suami saya! Kamu udah menghancurkan rumah tangga keluarga saya, jadi sekarang kita impas!” maki perempuan paruh baya tersebut.

“Rid, tolong bawa Ibu keluar sekarang. Anterin pulang, ini sisanya biar saya yang urus,” ucap Galih sembari menggendong tubuh mungil seorang gadis kecil tersebut menuju sebuah mobil untuk segera ia bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan segera.

“Baik, Pak Galih,”

“Lepasin! Saya belum selesai!” berontak perempuan paruh baya tersebut.

“Zathila anan angis agi ya, ada papa Galih sama abang Galang di sini,” ucap salah seorang anak laki-laki tersebut sembari menggenggam erat tangan seorang gadis kecil yang berusia tak jauh berbeda dengannya.

“Ibu, Z-zathi t-takut…” ringis gadis kecil tersebut sembari menggenggam erat tangan anak lelaki di sebelahnya.

“Sssstt… Mbak Zathi? Mbak?” panggil Faiz yang sedari tadi berada di sebelah sang puan yang nampaknya sedang mengalami mimpi buruk.

“H-hiks, S-sheila…” panggil sang puan yang kemudian ia pun terbangun dari belenggu mimpi buruk yang datang menghampiri.

“Mbak? Kenapa?”

Sama sekali tak memberi jawaban, Zathira hanya bisa menangis sembari memeluk erat presensi lelaki yang kini tengah berada di hadapannya. Faiz yang nampak bingung, kini mencoba untuk memahami dan ia hanya bisa memberikan pelukan agar wanita tersebut dapat lebih tenang. Entah mimpi buruk seperti apa yang kini tengah dialami oleh perempuan tersebut, namun yang pasti ia berharap itu hanyalah sebuah bungan tidur biasa yang tak memiliki arti apapun bagi perempuan tersebut.

“Tenang ya, ada aku di sini,” bisik lelaki tersebut sembari memberikan sambutan pelukan senyaman mungkin untuk wanita tersebut.

“Mau minum dulu, hm?” tanya Faiz hati-hati. Sebagai jawaban, Zathira hanya menggelengkan kepalanya.

Okay, gakpapa. Tenangin diri kamu dulu ya. Baru nanti kalau kamu mau sesuatu langsung bilang ke aku, okay?” ucap lelaki tersebut sepelan mungkin agar sang puan mengerti.

“Y-ya,” jawab Zathira pelan sembari tetap memeluk erat lelaki tersebut guna menetralisir kenangan memilukan di masa lalu yang selalu membayangi kehidupannya hingga ke alam mimpi.



Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started