“Ara gak dimakan satenya?” tanya Faiz sesaat ia memperhatikan makanan milik sang puan yang nampak masih utuh dan tak tersentuh tersebut.
“Gak,” jawab puan tersebut singkat sembari jemarinya masih sibuk mengetikkan beberapa teks di layar ponselnya.
“Kenapa? Ara gak suka sate taichan? Mau makan yang lain aja?”
“Ara mau makan apa? Kasih tau Mas, nanti biar Mas pesenin,”
Sementara itu puan tersebut hanya diam dan sama sekali tak menjawab pertanyaan sang kekasih. Dirinya kini hanya sibuk sendiri dengan ponsel yang kini tengah berada di genggamannya.
“Ra, bisa ditaro dulu gak handphonenya? Aku lagi ngomong sama kamu,” ucap Faiz sedikit kesal sebab sang kekasih yang sedari tadi terlihat sangat acuh dan tak memperdulikannya.
“Hmm, ya. Ngomong apa kamu tadi?” sahut puan tersebut santai sembari ia meletakkan ponselnya di atas meja makan.
“Kamu mau makan apa? Bilang sini, biar Mas pesenin,” ucap lelaki tersebut mengulangi kalimat sebelumnya.
“Gak ah, aku lagi diet. Gak bisa makan sembarangan,”
“Hmm, mau mas beliin salad sama jus aja di situ? Ada yang jual tuh di sana. Ara mau?” tanya lelaki tersebut seraya menyampirkan helaian rambut milik sang kekasih di telinganya.
“Gak ah. Gak higienis, nanti aku malah sakit perut lagi kalau makan sembarangan di pinggir jalan begitu,”
Sementara itu Faiz hanya bisa terdiam usai mendengarkan penuturan dari sang kekasih yang cukup menyayat hatinya. Ia pun mulai merasa bersalah sebab untuk saat ini ia belum mampu membawa sang kekasih untuk pergi berkencan di tempat yang tergolong elit sebab saat ini ia tengah menyesuaikan situasi keuangannya.
“Maaf ya. Mas belum bisa bawa kamu ke restoran mahal atau ke tempat yang lebih bersih. Mas janji, kalau Mas udah punya cukup uang nanti Mas bakal ajak Ara ke restoran yang bagus,” ucap Faiz tulus seraya ia mengelus pelan jemari sang puan yang kini berada di genggamannya.
“Hmm, ya. By the way, apa yang mau kamu omongin ke aku? Ayo, buruan kasih tau ke aku. Aku udah gerah banget, mau cepet pulang,”
“Oh ya. Itu, soal Mba Zathira. Beliau itu yang punya butik tempat aku kerja. Tadi aku sama beliau ngobrol gitu dan ternyata beliau bilang katanya kenal sama kamu. Kamu kenal gak sama Mbak Zathira?” ucap Faiz antusias menceritakan hal tersebut kepada sang kekasih.
“Nih, aku punya fotonya. Tuh, kamu kenal gak?” imbuh Faiz seraya menunjukkan foto perempuan pemilik butik tersebut kepada sang kekasih.
“Ini akun twitternya?”
“Iya, Ra. Kamu kenal?” jawab Faiz singkat.
“Ini kamu udah saling follow sama dia?” tanya Gadara sembari menatap tak suka wajah lelaki di hadapannya.
“I-iya,”
“Kamu baru kerja satu hari lho Mas? Udah berani banget kalian saling follow begini?” cerca perempuan tersebut kepada sang kekasih.
“Ra…”
“Kamu ada niat mau selingkuh atau gimana?” ucap Gadara dengan nada suara yang sedikit meninggi sehingga berhasil membuat beberapa orang di sekitaran memperhatikan mereka.
“Ra, bukan gitu. Ini Mas cuma saling follow aja sama Mbak Zathi buat temenan. Lagipula bukan sama Mbak Zathi aja kok, sama pegawai yang lain juga kita saling kenalan juga kok,” jelas Faiz kepada sang kekasih.
“Oh, bagus! Bahkan sama orang lain juga begitu? Kamu beneran emang ada niatan mau selingkuh ternyata!” tuduh puan tersebut seraya menatap tajam wajah sang kekasih.
“Ra, gak gitu astaga,” bujuk Faiz sembari ia memegang pelan jemari sang puan.
“Ck! Lepasin! Udah, aku mau pulang! Gak usah anterin aku, biar aku pulang naik go-car aja!”
“Ra, gak boleh gitu. Kan perginya sama Mas, masa iya pulangnya sendirian? Apa kata orang nanti coba?”
“Halo Pak? Iya, saya yang pake cardigan navy, nah iya sebentar saya ke sana Pak,” ucap Gadara di sambungan telfon tersebut.
“Aku pulang,”
“Gadara, gak bisa gitu. Pulang sama Mas ya, kita ngobrol dulu sebentar, bisa ya Ra?” ucap Faiz memohon.
“Lepasin!” bentak Gadara seraya ia menghempas dengan kasar genggaman dari lelaki tersebut.
“Maafin Mas Ra,” ujar lelaki tersebut sembari mengikuti langkah sang puan menuju kendaraan roda empat tersebut.
“Udah Pak, jalan aja sesuai titik alamat,” ucap perempuan tersebut sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan sang kekasih yang masih berdiri mematung di pinggiran jalan tersebut.
‘Nyerah aja apa ya?‘ ucap Faiz di dalam hati sembari ia berjalan lesu menuju kedai tempat ia memesan makanannya. Lantas, ia pun bergegas membayar beberapa makanan yang ia pesan kepada pemilik kedai tersebut sebelum ia melanjutkan perjalanannya guna menyusul sang kekasih yang sudah terlebih dahulu pulang.
Leave a comment