Mbak Zathi

“Kuliah udah semester berapa, Faiz?” tanya puan tersebut seraya membaca dengan saksama lampiran riwayat hidup yang ditulis oleh lelaki tersebut.

“Udah semester enam Mbak,” jawab lelaki tersebut pelan.

“Oh, bentar lagi mau nyusun dong ya berarti?”

“Iya Mbak,” jawab Faiz singkat.

“Kira-kira nanti kamu bisa gak handle urusan kerjaan sama urusan kuliah kamu?”

“Saya usahain bisa Mbak,” ucap Faiz tegas. Jujur saja, ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini. Secepat mungkin ia harus mendapatkan pekerjaan tambahan agar tak menambah beban perekonomian keluarganya.

“Apa alasan kamu mencari pekerjaan sambil kuliah? Buat tambahan uang jajan kuliah? Atau ada alasan lain?” tanya puan tersebut seraya menatap lurus ke arah lelaki beralis tebal tersebut. Sementara itu, yang ditatap hanya terdiam tak mampu mengutarakan alasan dari pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh wanita di hadapannya.

“Gakpapa, jujur aja sama saya,” ucap puan tersebut pelan.

“Saya mau cari pemasukan sendiri buat bayar uang kuliah Mbak,” ucap lelaki tersebut berterus terang.

“Orang tua masih ada?” tanya puan tersebut kembali.

“Alhamdulillah, masih ada Mbak,” jawab Faiz seraya menganggukkan kepalanya.

“Hmm, okay. Kalau gitu besok bisa mulai masuk kerja ya Faiz,” ucap puan tersebut ramah.

“Hah? Serius Mbak?” tanya lelaki tersebut girang sebab ia tak menyangka jikalau ia akan diterima bekerja secepat ini.

“Iya, saya serius. Kata kamu tadi kamu bisa pakai coreldraw, photoshop sama bisa handle medsos juga kan? Jadi yaudah, kamu saya terima kerja di tempat saya,” jelas perempuan yang akrab disapa Zathira tersebut.

“Alhamdulillah, makasih banyak Mbak Zathira,” ucap lelaki tersebut penuh suka cita. Rasanya kini ia bisa bernafas lega sebab sedikit banyak beban kedua orang tuanya mulai berkurang.

“Ya, sama-sama. Besok Mbak kirim lokasi butiknya ke kamu ya, Iz. Khusus buat admin sosmed, kamu sesuain aja jadwal kamu sama jam kuliah. Mbak taunya kerjaan tetep jalan karena di sini sedari awal kamu udah menyanggupi. Gimana? Bisa, Iz?” tanya t tersebut.

“Siap, bisa Mbak,”

Okay, good then! Silahkan, lanjut dulu makan. Kalau kurang bilang,” ucap puan tersebut seraya tersenyum ramah.

“Mbak, boleh pesen minum gak? Yang kayak Mbak, kayaknya enak,” ucap lelaki tersebut pelan.

“O-ohh, sure. Silahkan pesen aja,” ucap puan tersebut sedikit kaget.

“Mbak! Ini saya mau pesen jus strawberry satu,”

“Baik, ditunggu sebentar ya Mas,” ucap salah seorang pramusaji tersebut.

“Abis ini kamu mau langsung pulang, Faiz?” tanya puan tersebut seraya ia menyantap hidangan di hadapannya.

“Iya, Mbak. Kalau Mbak Zathi? Langsung pulang atau ada agenda lain?” tanya Faiz kembali.

“Iya langsung pulang ke rumah,”

“Mbak bawa kendaraan sendiri atau gimana?” tanya lelaki tersebut sembari menenggak satu gelas air putih.

“Nanti Mbak pesen go-car aja,”

“Oh, mau pulang bareng saya aja Mbak? T-tapi saya bawa motor sih, Mbak Zathi mau dibonceng naik motor?” tanya lelaki tersebut tak enak.

“Ngerepotin kamu gak?”

“Oh, sama sekali gak dong Mbak. Gakpapa, kebetulan juga saya bawa helm dua, nanti Mbak Zathi bisa pake helm satunya lagi,” jelas Faiz seraya tersenyum ramah.

“Kamu nyambil ngojek juga?” tanya puan tersebut seraya mengunyah makanannya.

“Enggak Mbak, itu helm satunya abis dipake sama pacar saya hehe,” ujar lelaki tersebut malu-malu.

“O-oh, kamu udah punya pacar toh. Kalau gitu gak usah aja Iz, nanti biar Mbak pesen go-car aja,” ucap puan tersebut tak enak.

“Mbak menghargai perasaan pacar kamu. Ya, walaupun kita gak ngelakuin apa-apa tapi alangkah baiknya kita menjauhi prasangka gak baik, yakan Iz?” imbuh puan tersebut seraya tersenyum manis.

“O-okay Mbak. Maaf ya kalau saya gak bisa nganterin Mbak pulang,” sahut Faiz tak enak.

“Iya, gakpapa. Santai aja,” jawab puan tersebut santai.



Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started