Senja di Mang Edi

Saat ini keduanya kini tengah berada di lahan parkir sebuah kedai tempat makan langganan yang lokasinya tak terlalu jauh dari kampus.

“Sebentar, sini Mas bantu lepasin helmnya,” ucap Faiz tatkala ia melihat sang puan yang terlihat kesulitan dalam melepaskan helm pelindung tersebut.

“Selesai,”

“Makasih,” sahut Gadara tersipu malu.

“Sama-sama, cantik. Ayo masuk,” ucap lelaki tersebut yang berhasil membuat puan di sampingnya semakin girang usai mendengar kata pujian yang terlontar dari lelaki tersebut.

“Ayo Mas,” sahut Gadara kemudian keduanya pun memasuki kedai tempat makan tersebut.

“Mang, Mie ayamnya dua ya! Ara mau minum apa?” tanya lelaki tersebut seraya matanya menjurus ke arah tiap meja untuk menemukan tempat yang kosong untuk keduanya tempati.

“Ara mau es jeruk aja,”

Okay. Sama es jeruknya dua. Aiz duduk di belakang sana ya Mang,” ucap Faiz yang nampak sudah akrab dengan pemilik kedai tersebut.

“Siap Mas Aiz, nanti saya anterin ke sana!” sahut lelaki yang akrab disapa Mang Edi tersebut.

Lalu, keduanya pun kini beralih tempat menuju salah satu meja yang terlihat masih kosong, kedua sejoli tersebut pun memilih untuk duduk saling berhadapan. Belum genap satu menit keduanya duduk, tiba-tiba dari sebelah lelaki tersebut muncul dua orang yang sudah tak asing lagi. Ya, benar. Kedua orang tersebut merupakan Varisha dan Ghazam yang merupakan sahabat dekat dari keduanya.

Dengan wajah masamnya, Ghazam pun menepuk pundak sebelah kanan sang sahabat sembari menatap sinis presensi lelaki tersebut.

“Bukannya tadi udah gue bilang ya? Abis kelar dari kampus langsung pulang. Kok ini pada nongkrong di Mang Edi?”

“Abis dari Mang Edi kita langsung pulang,” jawab Faiz santai seraya ia melepaskan tangan lelaki tersebut dari pundaknya.

“Sssttt! Udah deh Kak, biarin aja Mas Aiz sama Ara mau makan dulu di sini,” lerai Varisha yang mulai merasakan atmosfer yang begitu tegang di antara kedua lelaki tersebut.

“Udah mesen, Ra?” tanya Varisha kepada sahabat karibnya tersebut.

“Udah tadi,”

“Gadara pulang bareng Kak Azam,” perintah Ghazam tegas.

“Ara pulang bareng Mas Aiz,” tolak Gadara mentah-mentah.

“Kak, udah deh. Biarain aja Ara pulang bareng Mas Aiz. Lagian satu komplek juga kan kalian,” bela Varisha seraya menyesap tetesan terakhir dari sisa minumannya.

“Sayang…” ucap Ghazam seraya menatap penuh harap agar sang kekasih mendukung kemauannya.

“Yaudah, lo pulang bareng Ara. Gue pulang sama Aca, gimana?” ucap Faiz berani seraya menatap sinis presensi sahabatnya tersebut.

“Keluar. Biar gue tonjok muka lo Iz,”

“Ghazam!” seru kedua gadis yang berada di meja tersebut.

“Aiz duluan yang mancing!” sahut Ghazam tak terima.

“Ck! Udah deh, mending kita pulang duluan aja kalo gini,” ucap Varisha kesal.

“Ara?” tanya lelaki tersebut sembari menatap wajah sang adik.

“Lo beneran mau Aca pulang sama gue ya, Zam?” ucap Faiz sekali lagi.

“Ck! Yaudah iya! Tapi abis dari sini lo berdua harus langsung pulang! Denger gak?” ucap Ghazam penuh penekanan.

“Iya!” jawab Faiz keras.

“Udah ayo, pulang!” ucap Varisha seraya menggaet lengan penuh tattoo milik sang kekasih.

“Ya,”

“Kita duluan ya. Mas, Ra have fun,” ucap Varisha berpamitan.

“Ya, hati-hati di jalan Dek,” sahut Faiz sembari tersenyum ramah.

“Iya Mas. Dah Ra,” ucap Varisha seraya ia mengerdipkan matanya kepada sang sahabat.

‘Thanks!’ sahut Gadara dengan mengisyaratkan kata tersebut dari sudut bibirnya tanpa suara. Sambil berjalan pelan, sang sahabat pun menjawab dengan acungan jempol.

“Ra, ayo makan,” ucap Faiz seraya memberikan sumpit untuk sang puan yang sebelumnya sudah ia bersihkan dengan tissue.

“Makasih Mas,”

Anytime Ara, diabisin ya makanannya,” ucap lelaki tersebut pelan.

“Siap!”

Lantas kedua sejoli tersebut pun mulai menyantap hidangan yang sebelumnya meraka pesan seraya bercengkrama hangat ditemani dengan lantunan suara seorang pengamen dengan gitar kini yang tengah menyanyikan lagu Fana Merah Jambu milik Fourtwnty.



Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started