“Aunty, who are you?” ucap anak laki-laki tersebut bingung seraya menatap wajah perempuan yang masih mengenakan masker tersebut.
“Me?“
“Ya, who are you?” ulang anak lelaki tersebut seraya menatap takut presensi sang perempuan yang berada di hadapannya tersebut.
“Call me, Mommy Gi. Mulai sekarang, Mommy Gi bakal jadi Mommynya Abang Ai,” ucap sang puan seraya menatap anak lelaki di hadapannya dengan tatapan yang mengintimidasi.
“No. Mommy Abang cuma ada satu. Aunty bukan Mommy Abang, Mommy Abang cuma Mommy Aca!” jawab anak lelaki tersebut tegas.
“Ssstt! Abang Ai gak boleh nakal. Harus nurut sama Mommy Gi mulai sekarang ya, Bang. Nanti kalau Abang Ai nakal, Mommy Gi bakal kasih hukuman. Mau Abang Ai dihukum hm?” ancam sang puan sembari membelitkan jemari lentiknya di leher anak lelaki tersebut.
“I-I’m s-sorry, I won’t do it again,” jawab Ghaidan dengan suaranya yang sudah bergetar menandakan rasa takut yang kini tengah menguasai dirinya.
“Good boy! Mulai sekarang Abang Ai jangan sebut-sebut nama Mommy Aca lagi di depan Mommy Gi, paham ya?” ucap puan tersebut seraya menatap lurus ke arah anak lelaki di hadapannya.
“W-why?“
“Cause I hate her. Mommy Aca itu perempuan jahat. Mommy Aca udah ngancurin hidup Mommy Gi. She took away everything from me, starting from my mom, my dad and then my life. Mommy Aca itu penjahat Daddy Azam, Abang Ai dan Abang Gavin harus jauh-jauh dari Mommy Aca, ya Bang?” ucap sang puan sembari mengelus pelan helaian surai hitam anak lelaki tersebut.
“T-tapi Mommy Aca baik. M-mommy g-gak pernah jahat sama orang lain,”
Prank!
Satu gelas kaca yang berada di atas meja tersebut kini sudah hancur berkeping-keping usai sang puan dengan sengaja melemparkan gelas tersebut ke bawah lantai.
“H-hiks, M-mommy,” tangis anak lelaki tersebut pecah tatkala ia merasa dirinya kini tengah terancam.
“Mommy Gi tadi kan udah bilang sama Abang Ai, jangan nakal dan harus nurut sama Mommy Gi. Ya nak?” ucap sang puan sembari memegang kuat kedua pipi anak lelaki tersebut. Entah mengapa, setiap ia mendengar kata-kata yang berkaitan dengan Varisha, emosinya menjadi buruk. Ia benar-benar membenci ibu dari anak laki-laki yang kini tengah bersamanya.
“S-sorry,” sahut Ghaidan takut. Ia pun memejamkan matanya kuat sebab tak berani berlawan tatap dengan perempuan yang kini tengah menatapnya dengan tajam.
“Okay, sekarang Abang Ai masuk ke kamar. Jangan keluar kecuali Mommy Gi panggil, paham?”
“Y-ya, paham,”
“Okay, good boy! Silahkan masuk,” ucap perempuan tersebut sembari membukakan pintu untuk anak lelaki tersebut kemudian tak lupa ia kembali mengunci rapat pintu kamar tersebut agar anak lelaki tersebut tidak keluar.
“Sekarang lo harus ngerasain apa yang gue rasain dulu Ca. Kalau Tuhan gak bisa kasih ganjaran yang setimpal buat lo, then let me do it for you. Gue dengan senang hati bakal kasih karma yang setimpal atas apa yang udah lo lakuin ke keluarga gue dulu,” ucap Gisella pasti.
Leave a comment