Batal Kesal

“Abisin semuanya,” ucap Ghazam seraya menatap tajam wajah sang istri yang kini tengah menyantap makanan di hadapannya.

“Y-ya,” jawab Varisha terbata yang sedang menahan tangisannya sebab rasa mual kini mulai bergejolak mengusik indera perasanya.

“Sayurnya dimakan,” ucap Ghazam lagi.

“Y-ya,”

“Jangan dimuntahin tahan,” pesan Ghazam kepada sang istri.

N-no,” ucap sang puan terhenti sebab ia sudah tidak dapat lagi membendung rasa mual yang sudah membeludak. Lantas, ia pun bergegas berlari menuju toilet untuk memuntahkan makanan yang baru saja ia makan. Ghazam yang panik pub lantas mengikuti jejak sang istri yang kini tengah berada di toilet tersebut.

“Sayang? You good?” tanya Ghazam sembari memijat pelan area leher bagian belakang sang istri.

“A-aku g-gak bisa makan nasinya,” adu sang puan sembari menangis tersedu-sedu.

“Ssstt, kenapa kok jadi nangis, hm?” tanya Ghazam seraya memeluk sang istri.

“N-nanti k-kamunya marah,” jawab Varisha yang kini masih setia menangis di pelukan sang suami.

“Enggak, akunya enggak marah, Mom. Ini buktinya aku peluk kamu?”

Cup!
“Udah ya, jangan nangis terus. Nanti babynya ikutan sedih di perut,” ucap Ghazam berusaha menenangkan sang istri saraya ia memberi kecupan hangat di kening sang puan.

“Hmm,” sahut sang puan sembari berupaya untuk menghentikan tangisannya.

“Makan roti aja ya? Roti yang dibuat mama tadi pagi? Mau?” tawar Ghazam sembari menatap mata sembab sang istri.

“Y-ya mau,” jawab Varisha patuh.

Okay, kita makan sambil jalan buat jemput Genta, gakpapa? Atau kamu mau abisin rotinya dulu?”

“Sambil jalan aja,” jawab Varisha.

Okay, nanti rotinya di simpen di kotak bekal aja. Biar bisa dibawa sambil makan,” ucap Ghazam kepada sang istri.

“Ya,” sahut sang puan setuju.



Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started