“Yah Mbak Aca telat. Customer gantengnya udah pulang barusan aja,” ucap Ragenta sembari mengerucutkan bibirnya.
“Huft, yaudahlah Gen. Yang penting Mbak Aca dapet ayam geprek buat kita makan,”
“Hmm, ya. Makasih Mbak,” sahut Ragenta sembari menyambut pemberian bungkusan makanan tersebut.
“Kamu makan aja duluan di belakang, biar Mbak yang jaga di depan. Nanti kalo udah baru gantian,” ucap puan tersebut seraya ia menata beberapa potongan kue yang berada di etalase agar terlihat lebih rapi.
“Iya, Mbak. Genta makan duluan ya,” ucap lelaki yang merupakan keponakan dari puan tersebut. Baik ia maupun Ragenta, keduanya memiliki nasib yang sama. Ya, ia dan Ragenta sama-sama hidup sebatang kara sebab keluarga mereka kini sudah tak lagi ada bersama dengan keduanya. Hal inilah yang membuat keduanya menjadi semakin lebih akrab sebab melalui sudut pandang ini, baik Ragenta maupun Varisha keduanya dapat memahami posisi dan perasaan masing-masing.
Varisha pun sudah menganggap Ragenta sudah seperti adik kandungnya sendiri, bahkan Varisha tanpa ragu menyisihkan sisa tabungan dari usahanya untuk membiayai keberlanjutan pendidikan Ragenta di tingkat perguruan tinggi. Begitupun Ragenta, dengan siaga ia pun siap menjadi tameng yang selalu melindungi Varisha di manapun Varisha berada. Terlebih lagi semenjak Wildan sepupu mereka yang kini sudah pergi ke ibukota untuk mengadu nasib. Ragenta harus berkerja lebih ekstra lagi untuk melindungi satu-satunya sanak saudara yang ia miliki.
Ting!
Bunyi suara lonceng menandakan bahwa pelanggan kini tengah berkunjung masuk ke dalam toko.
“Selamat siang, selamat datang di Ruby’s Bite. Ada yang bisa dibantu?” sapa Varisha ramah seraya matanya menyusuri presensi kedua orang laki-laki yang kini tengah memakai atribut setelan kerja lengkap. Seketika tubuhnya terasa lemas sebab ia tak pernah menduga bahwasanya ia akan dipertemukan lagi dengan sosok lelaki yang dalam beberapa tahun ini tak pernah lagi ia jumpai.
Sementara itu, di sisi lain Ghazam pun nampak kaget sebab di luar dugaannya ia dapat menemui lagi sang puan yang selalu menjadi bayang-bayang mengisi kehampaan hidupnya sehari-hari. Di tempat ini, tempat di mana ia mulai jatuh hati oleh rasa dari potongan kue yang nyatanya dibuat oleh jemari handal puan kesayangannya.
“P-pak, ayo. Katanya tadi mau nuker pesanan yang salah,” ucap Ajisaka berusaha menyadarkan sang atasan yang tengah terdiam menatap presensi sang pemilik bakery tersebut.
“O-oh, i-iya,” sahut Ghazam gugup seraya memantapkan langkahnya mendekat ke arah sang puan.
“Maaf, Mbak. Ini tadi kita pesen red velvet, tapi sama Mas yang ngelayanin tadi yang dimasukin malah strawberry cheesecake. Ini boleh kita ganti atau harus pesen lagi aja ya?” tanya Ajisaka terang-terangan sebab kini keduanya tengan terburu-buru untuk mengejar penerbangan mereka untuk pulang ke ibukota.
“O-oh, i-iya boleh dilihat struk pembeliannya, Mas?” jawab Varisha berusaha bertindak senormal mungkin.
“Ini Mbak,”
“Ah, maaf ya Mas atas kekeliruannya. Ini biar saya ganti yang baru aja orderannya, itu biar strawberry cheesecakenya dikeep aja hitung-hitung sebagai permintaan maaf dari kami,” ucap Varisha kemudian ia pun bergegas menyiapkan pesanan lelaki tersebut.
“Baik, makasih Mbak,” jawab Ajisaka ramah.
“Ji,” panggil Ghazam kepada lelaki di sebelahnya.
“Iya, kenapa Pak?”
“Kita tunda dulu flight ke Jakarta hari ini, masih ada yang mesti saya urus di sini,” ucap Ghazam tegas seraya manik tajamnya sedari tadi tak berhenti memutus kontak dengan sang puan.
“T-tapi Pak, k-kita gak bawa apa-apa ke sini?” ucap Ajisaka yang bingung dengan keputusan mendadak dari atasannya tersebut.
“Gampang, nanti kita bisa beli aja beberapa baju di sini,” sahut Ghazam tak ingin dibantah.
“Kamu lekas hubungi Sarah untuk re-schedule jadwal saya di Jakarta,” imbuh Ghazam sekali lagi.
“B-baik Pak, saya izin menghubungi Sarah dulu kalau begitu,”
“Ya silahkan,” jawab Ghazam singkat.
Selepas kepergian Ajisaka dari ruangan tersebut, kini atmosfer di antara keduanya nampak semakin dingin. Varisha bahkan sama sekali tak berani menatap wajah lelaki yang kini dengan terang-terangan sedang menatap dirinya.
“I-ini pesanannya, sekali lagi kami mohon maaf atas kekeliruan pesanannya,” ucap Varisha seraya memberikan satu kotak berisi pesanan yang diinginkan lelaki tersebut.
“Give me your phone number,” ucap Ghazam tanpa basa-basi seraya menyodorkan ponselnya kepada puan tersebut.
“Maaf, kalau sudah selesai boleh gantian dulu. Saya perlu melayani pembeli yang lain,” jawab Varisha berusaha untuk mengalihkan perbincangan dengan lelaki tersebut.
“Oh, sure. Silahkan, aku bakal tunggu di sini sampai kerjaan kamu selesai,” ucap Ghazam pasti seraya ia berjalan menuju satu buah meja yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri.
‘Shit, kok bisa Kak Azam ada di sini?‘ ucap Varisha panik di dalam hati.
‘I found you, Mommy. I won’t ever let you go, never.’ ikrar lelaki tersebut tegas.
Leave a comment