Meet the Atmaja

“Varisha!” panggil salah seorang laki-laki dengan pakaian rapih dari sudut ruangan tersebut.

“Oh?” sahut Varisha bingung sebab wajah lelaki tersebut agak sedikit samar dari pandangannya.

“Varisha? Aca? Temennya Gisella kan?” tanya lelaki tersebut memastikan.

“Oh, Om Haris?” sahut Varisha sedikit terkejut.

“Nah, benerkan. Om gak salah liat,” ucap Haris tersenyum senang.

“Om Haris apa kabar?” sapa Varisha hangat.

“Baik, kamu apa kabarnya? Sehat?” tanya Haris ramah.

Alhamdulillah baik, Om. Oh, ya Om ada keperluan apa di sini?” tanya Varisha penasaran.

“Pak, maaf mengganggu. Ini tadi Ibu barusan telfon katanya Bapak nanti mau makan malem di mana? Di rumah atau di kantor?” tanya Mahen sang asisten pribadi lelaki tersebut.

“Bilang ke Ibu saya makan malem sendiri aja di kantor,” jawab Haris lugas.

“Baik, Pak,” jawab Mahen kemudian ia pun meninggalkan lelaki tersebut.

“Oh ya, tadi Varisha nanya ya? Sorry ya. Ini brand clothing punya Om, salah satu brand punya anak perusahaan Om. Kebetulan banget di sini Varisha yang jadi modelnya, apik!” puji lelaki tersebut sembari melemparkan senyum manisnya.

“Astaga, ini brand clothing Om Haris toh? Ya ampun, maaf ya Om. Aca gak tau,” ucap Varisha tak enak.

“Gakpapa, santai aja. Oh ya, ngomong-ngomong Varisha mau pulang?”

“Iya, Om. Ini lagi siap-siap,” jawab Varisha sembari membenahi isian barang di dalam tasnya.

“Oh, kalo gitu Varisha biar pulang bareng sama Om aja, Om anter ya?” tawar Haris kepada gadis tersebut.

“Oh, gak usah Om. Ini nanti biar Aca pulang sama temen aja, soalnya nanti langsung mau ke rumah temen,” tolak Varisha pelan.

“Yaudah, gakpapa. Biar Om aja yang nganterin ke rumah temennya,” ucap Haris kukuh.

“T-tapi, Om,” sahut Varisha tak enak.

“Udah ayo, Varisha,”

O-okay,” jawab Varisha mengalah. Akhirnya ia pun mengikuti langkah lelaki tersebut menuju sebuah mobil sedan mewah yang terletak di parkiran.

“Okay, rumah temennya di daerah mana?” tanya Haris seraya ia menyalakan mesin kendaraan mobilnya. Sementara itu, Varisha kini tengah terdiam tak menjawab pertanyaan dari lelaki tersebut. Matanya kini terfokus pada satu bingkai foto keluarga yang sudah pasti merupakan anggota keluarga dari keluarga kecil lelaki tersebut. Satu persatu ingatan gadis tersebut mulai kembali terkumpul. Wajah yang benar-benar ia ingat hingga sekarang. Wajah seorang wanita yang ia yakini adalah istri dari lelaki tersebut. Ya, Berlin Chandrawinata. Wanita yang beberapa tahun lalu yang pernah menjadi alasan utama mengapa hubungannya dengan sang mantan kekasih kandas di tengah jalan. Juga, wanita tersebut pun disinyalir merupakan dalang lain dari inisiden pembunuhan keluarga intinya.

“Varisha?” panggil Haris kepada gadis tersebut.

“O-oh, i-iya. Kenapa, Om?” Jawab Varisha.

“Rumah temennya di mana?” tanya Haris pelan.

“Oh, di arah Menteng Om, Om jalan aja. Nanti Aca tunjukin,” jawab Varisha lugas.

“Okay,” sahut Haris seraya ia mengenakan kacamata hitamnya.

“Om,” panggil Varisha pelan.

“Ya? Kenapa?” sahut Haris yang kini tengah sibuk mengendarai kendaraan roda empatnya tersebut.

“Itu istri Om? Ibu Berlin?” tanya Varisha hati-hati.

“Ya, kenapa? Varisha kenal?” jawab Haris sembari tersenyum.

“Oh, g-gak sih. C-cuma tau beliau dekan fakultas teknik aja,” jawab Varisha berbohong.

“Oh… Ngomong-ngomong Varisha udah makan? Kita makan dulu mau ya?” tanya Haris menawarkan.

“G-gak usah, Om. Nanti rencananya Varisha mau makan malem bareng di rumah temen,” tolak Varisha pelan.

“Ah, okay. Jadi ini langsung jalan aja ya ke rumah temennya?” tanya Haris lagi.

“Iya, Om,” jawab Varisha singkat.

Gak, gak mungkin kan? Bu Berlin istri Om Haris? Berarti backingan Gisel selama ini di kampus juga Bu Berlin? Beasiswa gue? Kasus Kak Azam? Semuanya permainan Bu Berlin?‘ tanya Varisha gusar di dalam hati. Perasaannya kini sedang tak karuan usai mengetahui fakta bahwa wanita yang beberapa tahun mengusiknya tersebut adalah orang yang tak pernah sekalipun ia sangka-sangka.



Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started